kita nyeduh untuk siapa

Sebuah obrolan transisi menuju tidur tercetus semalam akibat sebuah kesempatan bermain dengan sebuah mesin canggih. Soal bagaimana mesin-mesin canggih ini mengijinkan seorang barista mentweak proses ekstraksi untuk mendapatkan hasil yang yang optimum.

Nah, persoalan muncul ketika kata optimum ini dibahas. Optimum dari kaca mata siapa?

Selalu menjadi masalah adalah ketika rasa enak diperdebatkan. Bahwa rasa enak itu relatif, dan merupakan hak setiap orang, itu sangat saya percayai, namun apakah itu membuat konsumen selalu benar? Bila kita memposisikan diri sebagai seorang konsumen, tentunya kita akan merasa seperti itu. Uang saya, lidah saya, saya yang minum. Namun disisi lain, apakah kita kenal kopi yang dipergunakan atau disajikan? Apakah kopi tersebut adalah sebuah pemuas ritual harian, atau sebuah media pertualangan.

Bila kita menyeduh sendiri, permasalahan itu tidaklah besar. Kita, secara teori, semestinya tahu apa yang kita mau, namun bila memesan, dapatkah kita menyampaikan keinginan kita

tersebut ke mereka, yang akan membuatkannya bagi kita?

Sekarang mari kita tempatkan diri kita di posisi sang barista.  Semestinya sang barista tahu kekuatan dan kelemahan kopinya. Semestinya dia tahu, atau bisa membaca apa yang terjadi apabila proses seduhnya diubah suai. Apa yang terjadi ketika kecepatan seduh diperlambat, dipercepat, atau bagi mesin-mesin tertentu preinfusi dibuat lebih sebentar atau lama. Apa yang terjadi bila kopi tersebut disajikan dengan susu pada proporsi tertentu, apa yang terjadi bila temperatur susunya dirubah, menjadi lebih panas atau tidak sepanas itu. Semestinya.

Apakah kita sebagai seorang barista memiliki kewajiban untuk mendidik lidah konsumen kita? Pertanyaan yang lebih besar adalah yakinkah kita dengan kemampuan kita mengecap dan menyeduh kopi. Benar-benar kenalkah kita dengan kopi dan alat yang kita pergunakan?

Standar memang penting, namun standar itu adalah aturan manusia yang bisa diatur kekakuannya. Disatu sisi standar akan membimbing kita mencapai apa yang dianggap sebagai sebuah titik optimal, namun kembali ke masalah utama, optimal untuk siapa.

In My Humble Opinion, mencoba membuat, dan berharap untuk  yang terbaik sudah bukan jamannya lagi. Apalagi dengan mesin-mesin supercanggih yang mengijinkan kita sebagai seorang barista untuk mengelola semuanya bahkan hingga hal-hal yang mikro.  Bila sang barista cukup mengenal kopi dan dan mesinnya, secara teori semestinya dia akan bisa membuatkan produk yang akan dapat memuaskan semauanya. Namun tanpa masukan dari kita, sebagai konsumen, barista tidak akan memiliki kesempatan memberikan yang terbaik, lebih baik dari dari hanya sekedar melempar koin dan berharap yang terbaik.

Masukkan atau informasi apakah yang bisa kita berikan? Mungkin bisa kita breakdown  dengan 3 pertanyaan dibawah ini, yaitu;

  • apakah kita suka kopi kita pahit atau tidak – kopi pasti pahit ya, namun seorang barista dengan kemampuan yang baik akan bisa memanipulasi metoda ekstraksinya agar apa yang kita minum rasanya tidak hanya pahit saja
  • apakah kita suka karakter buah, keberatankah kita dengan karakter asam buah-buahan (acidity) we dont like acidity, sure no problem, tapi apabila asamnya seperti buah apel hijau segar, jeruk mandarin, atau lemon, apakah itu terlalu aneh? sedikit asem akan menambah persepsi kita terhadap rasa manis. Karena itu selalu ada asam sitrat dalam minuman-minuman bersoda
  • kita ingin menikmatinya dengan atau tanpa susu  – espresso enak belum tentu enak tenggelam dalam susu, namun tidak berarti ketika ditambah susu espressonya boleh tidak enak. Proporsi akan pengaruh, paling tidak ketika kita hubungkan dengan pertanyaan pertama dan kedua diatas.

Perdebatan siapa yang benar, dan apa itu enak tidak akan ada  akhirnya.  Namun seringkali dengan kita mengenal diri, dan mengkomunikasikan kesukaan kita, akan lebih mudah bagi kita untuk mendapatkan produk yang kita inginkan. Dengan mengenal alat dan kopi yang dipergunakan, seorang barista akan bi

sa mengubahsuai dan mengendalikan karakter rasa produk yang dibuatnya. Bila keduanya bisa bertemu, secara teori, dunia tentunya akan tampak sedikit lebih bahagia 😀

9 thoughts on “kita nyeduh untuk siapa

  1. mungkin tweak itu penting untuk menghasilkan sebuah karakter khas dari barista/kafe. biar tidak sama dg kafe lain yg punya mesin sejenis.

    jd bukan lg masalah enak/tidak, tp punya identitas rasa. hehehe…

    *komen ngaco dari amatiran 😀

  2. Mungkin nih Pak, tweak itu tujuannya untuk menghasilkan karakter khas dari barista/kafe biar gak sama dg kafe lain yg punya mesin (atau bahan baku kopi) yang sejenis. Jadi tujuannya untuk membentuk identitas gitu… Hehehe…

    *komen amatir

  3. Menurut saya mungkin bisa ditiru/adopsi establishment kare yg pas di awal “memilihkan” jenis kare dg bbrp pertanyaan “eliminasi” seperti di atas…

    jadi pas mau mesen, ditanya barista.. anda mau kopi: 1. pake susu? 2. pengen muncul karakter buah2an? 3. tingkat kepahitan yang anda inginkan?

    Pertanyaan no.1 mungkin cuma 2 opsi (susu-ga pake susu), no.2 antara (ya-tidak), no.3 (sedikit – sedang – sangat), jadi ada beberapa variabel yg (asumsikan baristanya menguasai kopi yang akan dibuat seperti akang bilang) bisa dipake utk nentuin how he/she pulls the shot…

    sedikit racauan dari saya menjelang katanya kiamat Maya, hehehe..

  4. saya masih blm bisa menerima rasa asam dalam kopi, tp saya coba berusaha dengan campur dengan berbagai jenis, sampai kadar rasa yang bisa diterima oleh lidah saya

  5. haruskah kita mencicipi seluruh jenis kopi yang ada dari sabang sampe merauke agar dapat menentukan kopi apakah yang cocok dengan lidah ini ?

  6. inilah yang saya pikirkan dari awal minum kopi sachet sampe beli biji yang harganya cukup nguras kantong (ukuran saya). Dulu waktu awal minum kopi Kapal Ap* saya suka, kasih gula pun enak, saya ke aceh mampir ke solong dan coba beberapa kedai disana baik kopi hitam atau Sanger-nya juga saya suka, sampai mulai berani beli biji dan giling sendiri, coba tubruk, V60, dll mau dengan atau tanpa gula tetap enak.

    akhirnya saya meyakini bahwa rasa enak dan favorit itu eksklusif milik pribadi masing2, namun untuk kopi sepertinya saya peminum apapun yang disajikan, karena bagi saya kopi lebih dari sekedar enak atau tidak, arabica atau robusta, tubruk atau espresso, kopi itu bahagia yang tak terdefinisikan, terlebih jika diminum bersama-sama. hehe

Leave a reply to miftah Cancel reply